Sabtu, 25 Mei 2013

Tugas 1,2,3 (Kesmen)


Tugas 1
Penyesuaian Diri
Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2002:56).

Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita, 2009:192).
Aspek-aspek Penyesuaian Diri 
Menurut Fromm dan Gilmore (dalam Desmita, 2009:195) ada empat aspek kepribadian dalam penyesuaian diri yang sehat antara lain :
a. Kematangan emosional, yang mencakup aspek-aspek :
1.     Kemantapan suasana kehidupan emosional
2.     Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain
3.     Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan
4.     Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri
b. Kematangan intelektual, yang mencakup aspek-aspek :
1.     Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri
2.     Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya
3.     Kemampuan mengambil keputusan
4.     Keterbukaan dalam mengenal lingkungan
c. Kematangan sosial, yang mencakup aspek-aspek : 
1.     Keterlibatan dalam partisipasi sosial
2.     Kesediaan kerjasama
3.     Kemampuan kepemimpinan
4.     Sikap toleransi
d. Tanggung jawab, yang mencakup aspek-aspek :
1.     Sikap produktif dalam mengembangkan diri
2.     Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel
3.     Sikap empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal
4.     Kesadaran akan etika dan hidup jujur
Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Menurut Gunarsa (dalam Sobur, 2003:529) bentuk-bentuk penyesuaian diri ada dua antara lain:

a. Adaptive
Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini bersifat badani, artinya perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Misalnya, berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu panas atau dirasakan terlalu panas.

b. Adjustive
Bentuk penyesuaian diri yang lain bersifat psikis, artinya penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma. Misalnya, jika kita harus pergi ke tetangga atau teman yang tengah berduka cita karena kematian salah seorang anggota keluarganya, mungkin sekali wajah kita dapat diatur sedemikian rupa, sehingga menampilkan wajah duka, sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap suasana sedih dalam keluarga tersebut.

Pertumbuhan Personal
Pertumbuhan Pribadi manusia adalah suatu proses organis dan bukan suatu proses mekanis. Kita tidak lagi berbicara tentang membangun, melainkan tentang mengasuh, tidak lagi tentang melekatkan dasar-dasar melainkan tentang menumbuhkan akar-akar, tidak lagi menanamkan melainkan menstimulasi dan menjawab kebutuhan-kebutuhan secara baik.
            Dengan adanya  naluri yang dimiliki suatu individu, dimana ketika dapat melihat lingkungan di sekitarnya maka secara tidak langsung maka individu akan menilai hal-hal di sekitarnya apakah  hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam  masyarakat yang memiliki suatu  norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang disiplin yang menerapkan aturan-aturan yang tegas maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang religius maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang religius.

1.     Penekanan Pertumbuhan Diri
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses   pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.

2.     Variasi Dalam Pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau diluar dirinya.

3.     Kondisi - Kondisi Untuk Bertumbuh
Struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.

SUMBER :

Tugas 2
Hubungan Interpersonal
Hubungan Interpersonal yaitu ketika kita berkomunikasi dengan seseorang, kita tidak hanya menyampaikan isi pesannya saja melainkan menentukan kadar hubungan interpersonalnya.

Menurut psikologi komunikasi, semakin baik hubungan interpersonal seseorang maka semakin terbuka seseorang itu untuk mengungkapkan dirinya, semakin cermat dalam persepsinya tentang dirinya dan orang lain, serta semakin efektifnya komunikasi diantara komunikan.
a.  Model-model hubungan Interpersonal
1.     Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.
Thibault dan Kelley menyimpulkan pertukaran sosial sebagai berikut : “ Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya.” 

2.    Model Peranan
Model peranan menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Setiap orang harus memerankan peranannya sesuai naskah yang dibuat oleh masyarakat dan hubungan interpersonal berkembang baik jika setiap individu bertindak sesuai perannya.

3.   Model Interaksional
Model interaksional memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat struktural, integrative, dan medan.
Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari  dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi, dan pelaksanaan peranan.

b.  Memulai hubungan
·     Pembentukan kesan dan ketertarikan interpersonal dalam memulai hubungan
Pembentukan kesan sangat penting untuk ada nya ketertarikan interpersonal,ada tahap tahapan untuk menjalin hubungan interpersonal antara lain :
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama: “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri.
Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat
dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
 a) informasi demografis
 b) sikap danpendapat (tentang orang atau objek)
 c) rencana yang akan dating
 d) kepribadian
 e) perilaku pada masa lalu
 f) orang lain
 g) hobi dan minat

c. Intimasi dan hubungan pribadi
Hubungan intim merupakan sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitive serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.

Intimasi juga adalah salah satu atribut yang paling menonjol dalam suatu hubungan intim daripadahubungan pribadi yang lain. Keintiman (intimacy) sangat berkaitan dengan derajat kecintaan, kepercayaan, kepuasan, tanggung jawab dan pengertian pasangandalam hubungan yang dekat (intim).
Dalam interaksi antar individu, biasanya ada daya tarik yang menjalin sebuah hubungan yang intim. Adapun beberapa bentuk hubungan intim, yaitu sebagai berikut :

      1.    Persaudaraan
Hubungan intim ini didasarkan pada hubungan darah. Hubungan intim interpersonal dalam persaudaraan terdapat hubungan inti seperti dalam keluarga kecil. Pada persaudaraan itu didalamnya terkandung proximitas dan keakraban.

      2.    Persahabatan
Persahabatan biasanya terjadi pada dua individu yang didasarkan pada banyak persamaan. Utamanya persamaan usia. 
Hubungan intim dalam persahabatan tidak hanya sekedar teman, lebih dari itu diantara mereka terjalin interaksi yang sangat tinggi sehingga mempunyai kedekatan psikologis.
Biasanya dalam terjalinnya persahabatan karena mereka sering bertemu, merasa bebas membuka diri, bebas menyatakan emosi, dan saling tergantung satu sama lain.

      3.    Percintaan
Persahabatan antar pria dan wanita bisa menimbulkan benih-benih cinta sehingga akhirnya saling jatuh cinta, hal itu disebabkan karena dua individu itu merasa sebagai pasangan yang potensial seksual.


d.    Intimasi dan Pertumbuhan

Hal yang mempengaruhi keintiman itu tumbuh adalah cinta. Dan keintiman tidak akan tumbuh jika tidak ada cinta. Keintiman adalah proses menyatakan siapakah kita sebenarnya kepada rang lain, keintiman juga suatu kebebasan menjadi diri sendiri. Dan keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim.
Namun banyak respon alami kita adalah menolak untuk terbuka terhadap pasangan karena beberapa hal, yakni :

     1.    Tidak mengenal dan menerima siapa diri kita secara utuh.
2.    Tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan menuju pernikahan.
3.   Tidak mempercayai pasangan dalam memegang rahasia.
4.   Kita dibentuk menjadi seseorang yang berkepribadian tertutup.
5.   Memulai hubungan atau pacaran bukan dengan cinta yang tulus.

SUMBER :

Tugas 3
Cinta seringkali dijadikan bahasan yang tak pernah bosan untuk diperbincangkan meski seringkali ia buntu dalam definisi dan tak masuk logika memakainya, tapi bukan brarti tak memiliki arti dan makna yang hakiki dan sejati tentunya yang dari dan telah menghadirkan cinta itu sendiri, yang maha memiliki.

A. BAGAIMANA MEMILIH PASANGAN
     Memilih pasangan hidup merupakan sesuatu hal yang sangat penting hukumnya atau (wajib), Karna dalam hidup apa lagi sih yang kita cari kalo bukan jodoh kita. Salah satunya pasangan hidup merupakan tujuan utama dalam hidup ini, karna menurut agama kenapa Allah menciptakan Perempuan dan Laki-laki. agar mereka bisa hidup berpasang-pasangan.

1. Pilihlah karena Agamanya..
2. kenali dengan cara menanyakan kepada orang yang paling dekat dengannya dan dapat kita  percaya..
3. letakkan niat pada tempat yang benar, karena segala perbuatan membutuhkan dan sangat dipengaruhi niat..
4. Shalat istikharah untuk mohon petunjuk kepada ALLAH juga patut dilakukan..
5. Apabila semua ini telah dilakukan, maka pasrahkan diri kepada ALLAH Subhanahu Wata'ala akan keputusan-NYA, jangan keluh kesah, karena itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah..
6. Dan terakhir, jangan bosan untuk berbekal ilmu pernikahan , karena berbekal ilmu adalah lebih baik daripada tidak membekali diri pada saat masuk ke dunia yang baru.

B. SELUK BELUK HUBUNGAN DALAM PERKAWINAN
Perkawinan sebenarnya adalah pertemuan dua orang manusia berlainan jenis, yang diikat oleh sebuah perjanjian sehingga menyatu secara fisik dalam bentuk pesetubuhan serta hubungan badan lainnya dan secara batin dalam bentuk ikatan batin untuk mencapai tujuan perkawinan.

Perkawinan dimulai dari perjanjian antara calon suami dan calon isteri yang disebut kontrak perkawinan. Kontrak ini dilakukan di depan seorang penghulu sebagai pencatat kontrak, mirip seorang notaris dalam perjanjian biasa, disaksikan paling tidak oleh dua orang saksi dan pembayaran mas kawin oleh suami kepada isteri dalam jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Perkawinan dapat disebut sebagai salah satu lembaga masyarakat yang melahirkan berbagai hubungan. Pertama adalah hubungan darah kepada anak cucu. Kedua adalah hubungan semenda kepada keluarga asal kedua belah pihak. Ketiga adalah hubungan kewarisan. Keempat adalah hubungan hak dan kewajiban. Ini tentu di samping hubungan ketetanggaan karena sebuah keluarga hidup salam suatu lingkungan masyarakat. Begitu banyaknya hubungan yang dilahirkan oleh lembaga ini sehingga memerlukan pengaturan yang rinci dari agama dan/atau perundang-undangan negara.

C. PENYESUAIAN DAN PERTUMBUHAN DALAM PERKAWINAN
Hirning dan Hirning (1956) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan
itu lebih kompleks dibandingkan yang terlihat. Dua orang memasuki perkawinan
harus menyesuaikan satu sama lain dengan tingkatan yang berbeda-beda. Untuk tingkat organismik mereka harus menyesuaikan diri dengan sensori, motorik, emosional dan kapasitas intelektual dan kebutuhan. Untuk tingkat kepribadian, masing-masing mereka harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan, keterampilan, sikap, ketertarikan, nilai-nilai, sifat, konsep ego, dan kepercayaan. Pasangan juga harus menyesuaikan dengan lingkungan mereka, termasuk rumah tangga yangbaru, anak-anak, sanak keluarga, teman, dan pekerjaan.

D. PENCERAIAN & PERNIKAHAN KEMBALI
Perceraian dalam tinjauan sosiologis adalah sebuah kajian yang membahas seluk beluk perceraian dari sudut pandang sosial kemasyarakatan (sosiologis). Secara sosiologis dalam teori pertukaran, perkawinan digambarkan sebagai pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi antara suami dan istri (Karim dalam Ihromi, 1999). Sebuah perkawinan membutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama dalam mendukung proses pertukaran tersebut.
Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, yang dalam hal ini adalah cerai hidup yang disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Dimana perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang berlaku.
Perubahan tingkat perceraian dan faktor penyebabnya, merupakan indikasi terjadinya perubahan sosial lainnya dalam masyarakat. Sistem sosial sedang bergerak cepat atau lambat ke arah suatu bentuk sistem keluarga konjugal dan juga ke arah industrialisasi. Perubahan sistem keluarga menyesuaikan diri pada kebutuhan industrialisasi. Dengan industrialisasi keluarga tradisional (sistem keluarga yang diperluas atau gabungan) sedang mengalami kehancuran, dimana keluarga konjugal (keluarga inti) cocok dengan kebutuhan industrialisasi (Goode, 2007).

E. SINGLE LIFE
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama.
Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.

SUMBER :
Chaplin,J.P. (a.b. Kartini Kartono). (2001).  Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.